Entri Populer

Senin, 29 November 2010

Kata-kata Sang ayah

               Seorang anak berjalan mendekati Ayahnya yang sedang membaca. Anak tersebut duduk sambil memeluk ayahnya yang tetap membaca. Sang anak hampir terlelap didekapan ayahnya. Suara ayahnya yang membaca buku seperti lagu nina bobo yang terindah yang pernah ia dengar. tiba-tiba sang ayah menutup buku dan mengelus dahi anaknya seraya berkata, 
                 " Nak, apa kau tidak malu punya ayah seperti ini?"
                  Sang anak membuka matanya kebingungan. Sang anak menatap bingung ayahnya, mencari kepastian dari pertanyaan sang ayah. Lama terhenyak, Sang anak pun menjawab, " Aku tidak pernah malu mempunyai ayah sepertia ayah. karena ayah adalah orang yang aku banggakan. Ayah yang selalu bekerja keras untuk aku dan ibu. ayah yang selalu pulang malam hanya untuk memenuhi semua yang kuinginkan."
                   Si ayah hanya tersenyum mendengar jawaban dari si anak. Si anak pun kembali menutup mata dan tidur didekapan sang ayah. sang ayah kembali membuka dan membaca bukunya sa,bil sesekali mengelus dahi anak perempuan kecilnya itu. 
                   Waktu terus bergulir, si anak pun beranjak dewasa. 
                    Si ayah kini hanya dapat terbaring lemah ditempat tidurnya yang kokoh. si anak yang baru saja pulang ke rumah langsung  menghampiri ayahnya, dan tidur di samping ayah sambil mendekap sang ayah. Sang ayah terbangun merasakan kehadiran si putri kecilnya yang kini hidup jauh darinya. Sang ayah melepaskan kerinduannya dengan mencium lembut kening putrinya. dan bertanya lagi,
                     "Nak, sekarang apa kau masih tidak malu mempunya ayah seperti ini? ayah yang hanya dapat terbaring lemah tak berdaya. menunggu sang ajal menghampiri."
                      Si anak terdiam, menahan airmata yang bergelantungan di sudut mata. perlahan si nak menjawab," Sampai kapan pun aku tidak akan malu mempunyai ayah seperti ayah. bagaimana pun juga ayah adalah ayah terhebat yang pernah ada. kondisi ayah saat ini bukanlah hal yang memalukan tetapi merupakan tanda bahwa kini saatnya akulah yang harus memperhatikan ayah. sudah terlalu banyak kasih sayang, dan kemudahan yang telah ayah berikan kepada ku. dan entah dengan apa aku dapat membayar itu semua."
                      Si anak tak dapat menahan lagi airmatanya. kini ia menangis tersedu-sedu di bahu ayahnya yang telah renta. " Ayah, hanya satu kini permintaan ku, tetaplah disisiku hingga takdir memisahkan kita. terkecuali ayah kini malu mengganggapku sebagai anak mu." Si ayah hanya menganguk dan, " Ayah tidak akan pernah malu mempunyai nak seperti mu.".
                        Si anak kembali ke tempat menuntun ilmunya. tiba-tiba ada kabar bahwa ayahnya pergi meninggalkan rumahnya saat ibunya tak ada. Si anak hanya dapat menitikan airmatanya. dia tidak mempercayai bahwa Sang ayah pergi meninggalkannya tanpa kata-kata.
                      Waktu kembali bergulir. Sang anak merasakan kerinduan yang teramat dalam kepada ayahnya, dia hanya ingin mendengarkan suara ayahnya yang selalu menyanyikan lagu nina bobo untuknya. merasakan belaian lembut tangannya di dahi saat ia akan terlelap. serta kecupan hangat setiap dia berangkat dari rumah. semua harapan itu hilang, saat ibunya memberi kabar bahwa ayahnya telah kalah melawan serangan kanker yang selama ini menggerogoti hidupnya. 
                       Si Anak hanya dapat menangis tanpa mengeluarkan suaranya. setibanya dia tempat ayahnya disemayamkan, si anak hanya dapat terdiam memandangi tubuh ayahnya yang telah terbujur kaku. setelah mengumpul seluruh kekuatannya sang anak berjalan mendekati ayahnya, dan kemudian berbisik " Sekarang apakah ayah yang terlalu malu mempunyai anak seperti aku? hingga ayah tega pergi dari rumah. dan ayah kini tega meninggalkan ku slamanya tanpa sepatah kata pun. tanpa pernah membiarkan ku mendengar suara ayah untuk yang terakhir kalinya, untuk merasakan kecupan dan belaian ayah untuk yang terakhir kalinya." Sang anak terduduk kaku menumpahkan airmatnya disebalah jasad sang ayah. setelah puas sang anak kembali mendekati sang ayah dan membisikan sesuatu dengan penuh senyum, " Kini aku telah lega, kini aku telah mengikhlaskan ayang pergi. ayah, pergilah dengan senyuman, karena anak mu yang selalu membanggakan mu akan selalu mengenang dan mendoakan mu." sang anak mencium dahi sang ayah untuk terakhir kalinya. Sang ayah pun tersenyum dalam keabadiannya. 
                      Telah setahun berlalu, entah mengapa sang anak selalu merasa sang ayah kini menantinya pulang kerumah. menantinya dikursi tamu kesayangan beliau, mengenakan kaos singlet putih dan sarung kotak-kotak dan tersenyum  seraya berkata " Eh, anak Papa yang paling jelek pulang." 



                                                                            -chiPut-

Jumat, 26 November 2010

Roda Hidup

hidup itu seperti roda-kata orang bijak sih gitu-.

tapi entah mengapa aku selalu merasa roda hidup ini terus menatap ke bagian paling dasar dari poros roda tersebut. tidak ada kata berputar lagi pada roda tersebut. roda tersebut telah mati suri hingga entah sampai kapan.

yang dibutuhkan sebuah roda ini adalah oli. cairan oli yang dapat melumaskan kembali semua organ yang ada pada roda tersebut. cairan oli itu yang disebut dengan cinta dan kasih sayang. hanya cinta dan kasih sayang yang dapat mengerakan kembali roda tersebut dari segala keterpurukannya selama ini. hanya cinta dan kasih sayang yangdapat merubah batu menjadi debu, es menjadi air, dan terpuruk menjadi bangkit.

Cinta dan kasih sayang lah yang kini hadir di sekitarku. mengelilingi hariku yang awalnya kelam menjadi bersinar. roda hidupku kini telah bergerak dari dasar keterpurukan menuju pucak kebahagian. puncak dimana aku tidak lagi memandangi masa laluku yang kelam. tidak lagi memandangi kepergian orang-orang yang ku cintai.

thanks to all my friends, thanks to my beloved adi. mereka lah orang-orang yang tidak pernah pergi meninggalkan ku dalam kepedihan.

                                                                                                                       -chiput-